MAD’U
Dosen
Pembimbing :
Dr. Abizal Muhammad Yati Lc., MA.
Dr. Abizal Muhammad Yati Lc., MA.
KELOMPOK 1
Anggota:
Ashabul
Yamin – 160401032
Rahmad
Ali – 160401007
Adi
Kurniawan – 160401030
Ilham
Maulana – 160401013
Saliman
Yuliarna – 160401010
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
UIN AR-RANIRY
2016
UIN AR-RANIRY
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala limpahan
Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dalam bentuk maupun isi dengan sebaik-baiknya, walaupun masih banyak kekurangan
yang disebabkan oleh keterbatasan dari pengalaman dan ilmu yang kami miliki. Semoga makalah ini
dapat memberi wawasan serta pemahaman tentang topik yang menjadi judul dari
makalah ini yaitu mad'u.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen mata kuliah Ilmu
Dakwah yang telah memberikan bimbingannya dan pihak yang telah membantu hingga
selesainya tugas mata kuliah ini. Tata cara memberikan lebih penting dari
sesuatu yang diberikan itu sendiri. Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng
yang disajikan dengn cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan
lebih terasa enak dicicipi.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 4
A.
LATAR BELAKANG.................................................................................... 4
B.
RUMUSAN MASALAH............................................................................... 4
C.
TUJUAN......................................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................................... 5
A.
PENGERTIAN MAD’U................................................................................ 5
B.
RAGAM JENIS MAD’U............................................................................... 6
C.
CARA MENGHADAPI MAD’U................................................................. 10
BAB
III PENUTUP.............................................................................................................. 13
A.
KESIMPULAN............................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur dakwah terpenting
adalah mad’u, yaitu orang yang menerima ajakan dan panggilan kepada agama
Islam. Para mad’u adalah seluruh manusia dengan berbagai corak suku, ras, social budaya, social ekonomi,
social politik, pendidikan dan sebagainya. Mereka juga berbeda dari
sudut latar belakang teologis dan antropologis. Dalam strategi dakwah efektif,
pengenalan mad’u menjadi sangat urgen bagi pendakwah untuk dapat menyesuaikan
diri dalam sosialisasi nilai-nilai Islam. Rasulullah saw. telah menerapkan
strategi dakwah dengan pengenalan mad’u dalam penyiaran Islam, baik pada
periode Mekkah maupun periode Madinah dengan hasil yang sangat gemilang. Mad’u
dapat diklasifikasi menurut jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan,
latar belakang budaya, latar belakang ekonomi, status sosial, profesi dan
sebagainya. Untuk mengenal mad’u dengan tepat dapat menerapkan metodologi
penelitian ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris, historis, maupun yang
bersifat rasional dengan mengintegrasikannya dengan prinsip-prinsip al-Qur’an
dan al-Hadits.
B. Rumusan Masalah
Dari makalah ini,
kami membuat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apa pengertian dari Mad’u?
2. Apa saja ragam jenis Mad’u?
3. Bagaimana cara menghadapi Mad’u?
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa
maksud dari Objek dakwah (Mad’u)
2.
Untuk mengetahui apa
saja ragam jenis objek dakwah (Mad’u)
3.
Untuk mengetahui
bagaimana cara menghadapi objek dakwah (Mad’u)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mad'u
Menurut Moh Ali Aziz, objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau
manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun kelompok, baik manusia
yang beragama islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara
keseluruhan.[1] merupakan sasaran
dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga,
kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak ; dengan kata lain manusia
secara keseluruhan. Sejalan dengan firman Allah dalam QS. Saba’ 28:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui” (QS. Saba’:28)
Terkait dengan ayat di atas memberi kejelasan bahwa dakwah itu
diajukan kepada seluruh umat manusia. Menurut pandangan Abdul Munir Mulkhan,
bahwa Objek
dakwah ada dua sasaran, yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat
dakwah yang dimaksud adalah masyarakat luas non Muslim, sementara umat ijabah
adalah mereka yang sudah menganut Agama Islam. Kepada manusia yang belum
beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti Agama
Islam, sedangkan bagi orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas Iman, Islam dan
Ihsan. Hal yang sama juga dikemukakan Muhammad Abu Al-Fath al Bayanuni, mengelompokkan mad’u dalam dua rumpun besar, yaitu
rumpun muslim atau umat ijabah (umat yang telah menerima dakwah) dan non Muslim
atau umat dakwah (umat yang belum sampai kepada mereka dakwah Islam). Umat
ijabah dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: pertama, Sabiqun bi al-khaerat (orang
yang saleh dan bertaqwa), kedua, Dzalimun linafsih (orang fasik dan ahli maksiat), ketiga, muqtashid (mad’u yang labil keimanannya).
Sedangkan umat dakwah dibagi dalam empat kelompok, yaitu: Ateisme, Musyrikun,
ahli kitab, dan munafiqun.[2]
Moh. Ali Aziz mengemukakan bahwa bagi orang yang menerima
dakwah itu lebih tepat disebut mitra dakwah dari pada sebutan object dakwah,
sebab sebutan object dakwah lebih mencerminkan kepasifan penerima dakwah;
padahal sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai
kawan berfikir tentang keimanan, syari’ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan
dihayati dan diamalkan bersama-sama. Menurut hemat penulis baik sebutan object
ataupun mitra dakwah itu sama saja, yang terpenting adalah bagaimana seorang
dai mampu mengkomunikasikan dakwah secara baik dan tepat kepada mad’unya
sehingga mad’u dapat memahami dan mengamalkan isi pesan yang disampaikan.[3]
B. Ragam
Jenis Mad'u
Di dalam
kehidupan sosial manusia tidak terlepas antara satu dengan yang lainnya,
artinya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, hal ini terbukti
betapa gundah gulananya Adam ketika berpisah dengan Hawa demikian pula
sebaliknya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Hujurat:13 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣﴾
Artinya:
“Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal”.
Dari ayat di atas, ada dua domain penting yang harus
kita yakini yaitu adanya relasi antara laki-laki dan perempuan serta adanya
berbagai bentuk masyarakat merupakan sunatullah yang harus kita imani, karena
itu di dalam menentukan sasaran dakwah tidak perlu membeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan, antara kulit putih dan kulit hitam, antara desa dengan
kota. Walaupun pendekatan atau metode yang digunakan tentu saja harus berbeda
antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan tingkat pengetahuan dan dinamika
sosial yang dihadapi masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
Merujuk pada ayat di atas dan data empiris
menunjukkan bahwa manusia itu terdiri dari berbagai kelompok masyarakat dalam
melangsungkan kehidupannya, namun dalam mengkaji mad’u ini akan kita bagi
berdasarkan geografis, akidah, usia, status, sosial, dan jenis kelamin.
a) Geografis
Berdasarkan
letak geografis, mad’u dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu masyarakat kota
dan desa. Masyarakat kota adalah masyarakat yang cenderung individualis. Kompetisi
satu sama lain untuk meningkatkan status sosial sangat tinggi. Segala
sesuatunya di ukur berdasarkan materi. Selain itu masyarakat kota sangat
terpengaruh kepada pola berpikir rasional. Maksudnya segala macam urusan mereka
pertimbangkan terlebih dahulu berdasarkan rasio dan logika. Maka kalau yang
bersifat irrasional akan mereka tolak secara filosofis.
Masyarakat
desa mempunyai ciri kehidupan yang erat hubungannya dengan alam. Pola berfikir
mereka masih terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat kota.
b) Segi Akidah
Dari
kacamata akidah, manusia terbagi dua yaitu muslim dan non muslim.[4] Orang muslim adalah orang yang telah megucapkan kalimat
syahadat pertanda bahwa ia telah meyakini islam sebagai agamanya dan Allah SWT
adalah tuhannya. Orang non muslim adalah orang-orang yang tidak meyakini Islam
sebagai agama mereka.
c) Segi Usia
Kalau
kita lihat dari segi usia, mad’u pada dasarnya terbagi menjadi tiga tingkatan
yaitu dewasa, remaja, anak-anak. Orang dewasa pada dasarnya sudah punya wawasan
luas. Pola berfikirnya sudah matang, daya serap atau daya tanggap otaknya sudah
tinggi. Lain halnya dengan remaja, mereka masih tahap dalam pertumbuhan dan
perkembangan, baik dari segi fisik maupun psikis.. Berbeda dengan anak-anak
mereka belum mengerti tentang agama, mereka hanya melakukan apa
saja yang mereka lihat dan apa saja yang mereka senangi.
d) Segi Status Sosial
Masyarakat
yang menjadi sasran dakwah ini jika kita lihat dari segi status sosial, pada
dasarnya terbagi empat bentuk yaitu: pejabat, rakyat jelata, kaya, dan miskin.
Masyarakat yang tergolong masyarakat jelata atau orang miskin , pada umumnya
tidak terlalu sulit untuk menyampaikan pesan dakwah, karena biasanya mereka
mudah dijumpai dimana saja dan mereka tidak terlalu sibuk.
Berbeda
halnya dengan menghadapi para pejabat dan orang kaya, di samping kesibukannya
yang seolah-olah tidak punya waktu untuk mendengarkan dakwah, juga rasa ingin
dihormati sesuai dengan status sosialnya. Biasanya mereka dalam mendengar atau
mengundang da’i selalu memilih-milih yang sesuai dengan keinginan mereka. Pada
umumnya mereka tidak mau kalu ada pengajian dan ceramah yang berbentuk dogma,
sebab mereka termasuk golongan orang-orang intelektual.
e) Segi Jenis Kelamin
Dari
jenis kelamin dapat dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya
kedua sasaran dakwah ini tidak berbeda antara satu dengan lainnya, namun sering
sekali orang membeda-bedakannya. Padahal menurut Mahmud Syaltut, mantan Syaikh
(pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir menulis: “tabiat kemanusian antara laki-laki dan
perempuan hampir (dapat) dikatakan sama. Allah telah menganugrahkan kepada
perempuan sebagaimana menganugrahkan kepada laki-laki, yaitu potensi dan
kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua
jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum
atau khusus.[5]
Selain itu M. Bahri Ghazali, juga mengelompokkan Mad’u berdasarkan tipologi
dan klasifikasi masyarakat, yang dibagi dalam lima tipe, yaitu:[6]
1. Tipe inovator, yaitu
masyarakat yang memiliki keinginan keras pada
setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong
memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
2. Tipe pelopor, yaitu
masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dalam membawa perubahan
yang positif. Untik menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari
pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu.
3. Tipe pengikut dini,
yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan
umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas dua
di masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas
kemasyarakatan.
4. Tipe pengikut akhir, yaitu
masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat
yang skeptis terhadap sikap pembaharuan, karena faktor kehati-hatian yang
berlebihan, maka setiap gerakan pembaharuan memerlikan waktu dan pendekatan
yang sesuai untuk bisa masuk.
5. Tipe kolot, ciri-cirinya, tidak mau menerima
pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya.[7]
Mad’u bisa juga dilihat dari segi kemampuan berfikirnya sebagai
berikut :
a. Umat yang berfikir
kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berfikir mendalam
sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
b. Umat yang mudah
dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh paham baru tanpa
mempertimbangkan secara mantap apa yang dikemukakan padanya.
c. Umat bertaklid, yaitu
golongan yang fanatik, buta brerpegang pada tradisi, dan kebiasaan
turun-temurun tempat menyelidiki kebenarannya.[8]
Menyimak pendapat Hamzah Ya’cub dan M.Natsir. Maka dalam
kerangka kemampuan intelektual mad’u di kelompokkan menjadi : [9]
2. Golongan awam atau masyarakat biasa yang
tidak banyak bersikap kritis melainkan
cenderung menerima segala pendapat baru secara constant . golongan awam ini
umumnya kurang mampu menangkap pengertian atau istilah tinggi serta sangat
mudah dipengaruhi karena sifatnya yang cenderung mempertimbangkan secara
seksama apa apa yang dikemukakan padanya .
3. Golongan yang hanya suka mendengar
seruan agama ( sering tidak mendalam )
tetapi pengalaman agamanya banyak dipengaruhi oleh sikap fanatisme yang
diterima nya secara turun temurun . golongan ini yang sulit menerima pendapat
baru yang dianggap bersebrangan dengan keyakinan dan pemahaman yang sudah
mentradisi dalam kehidupannya .[10]
C. Cara Menghadapi Mad'u
Setiap da’i harus mengetahui bahwa dalam mengajak pada kebaikan
tidak selamanya akan berhasil dan dapat diterima oleh setiap orang. Seorang
da’i dalam proses dakwahnya akan berhadapan dengan mad’u yang memiliki
keunikan, karakter, dan kepribadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh
faktor psikologis ataupun sosiokultural. Karena itulah ketika dakwah
disampaikan, maka reaksi mad’u terhadap pesan dakwah pun berbeda beda, ada yang
menerima dengan senang hati dan mengamalkannya, ada juga yang menerima namun
tidak mengamalkannya dan ada yang mengingkari dakwah secara keseluruhan. Jadi
seorang da'i haruslah menghadapi mad'u dengan bijak tanpa mengkedepankan emosi
ataupun tidak berpegang pada hal-hal yang telah ditetapkan didalam Al-Qur'an
dan Hadist, serta memahami betul tingkatan dari mad'u yang hendak kita
dakwahkan.[11]
Selain itu, cara menghadi Mad’u juga berbeda-beda
berdasarkan klasifikasi Mad’u nya juga, yaitu:
a)
Geografis
Berdasarkan
letak geografis, mad’u dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu masyarakat kota
dan desa. Masyarakat
kota sangat terpengaruh kepada pola berpikir rasional. Karena itulah berdakwah
di tengah-tengah masyarakat kota perlu mencari materi yang sifatnya rasional.
Sehingga mereka merasakan bahwa beragama itu bukan hanya sekedar kewajiban,
akan tetapi sebagai kebutuhan.
Masyarakat
desa mempunyai ciri kehidupan yang erat hubungannya dengan alam. Pola berfikir
mereka masih terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat kota. Maka kalau berdakwah di tengah-tengah masyarakat desa,
tidak perlu mamakai bahasa ilmiah, sebab tidak akan komunikatif.
b)
Segi
Akidah
Dari
kacamata akidah, manusia terbagi dua yaitu muslim dan non muslim.[12] Untuk menghadapi
masyarakat yang non muslim, diperlukan pemikiran dan argumentasi. Disinilah
letak peranan ilmu perbandingan agama yang harus dipelajari oleh setiap da’i.
Menghadapi
masyarakat yang sudah muslim sebenarnya tidak ada problem, apalagi kalau
agamanya sudah mapan. Akan tetapi bagi yang belum mapan atau dengan kata lain
masih awam, diperlukan juga cara tersendiri. Setidaknya jangan sempat dia
bingung dikarenakan banyaknya masalah
khilafiyah yang kita bentangkan. Sebaiknya hal semacam itu dihindari saja.
c)
Segi
Usia
Dari
segi usia, mad’u pada dasarnya terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu dewasa,
remaja, anak-anak. Orang dewasa pada dasarnya sudah
punya wawasan luas. Pola berfikirnya sudah matang, daya serap atau daya tanggap
otaknya sudah tinggi. Lain halnya dengan remaja, mereka masih tahap dalam
pertumbuhan dan perkembangan, baik dari segi fisik maupun psikis. Demikian juga
dalam pola berfikir, pada umumnya mereka lebih tertarik jika berdakwah dengan
menggunakan metode diskusi, sebab mereka ingin mencoba atau menguji ilmu yang
mereka peroleh. Berbeda dengan anak-anak, mereka lebih senang dengan bentuk
cerita-cerita yang menarik.
d)
Segi
Status Sosial
Dari
segi status sosial, pada dasarnya terbagi empat bentuk yaitu: pejabat, rakyat
jelata, kaya, dan miskin. Masyarakat yang tergolong masyarakat jelata atau
orang miskin , pada umumnya tidak terlalu sulit untuk menyampaikan pesan
dakwah, karena biasanya mereka mudah dijumpai dimana saja dan mereka tidak
terlalu sibuk.
Berbeda
halnya dengan menghadapi para pejabat dan orang kaya, di samping kesibukannya
yang seolah-olah tidak punya waktu untuk mendengarkan dakwah, juga rasa ingin
dihormati sesuai dengan status sosialnya. Metode
ceramah yang mereka inginkan sifatnya ilmiah dan rasional. Pada umumnya mereka
tidak mau kalu ada pengajian dan ceramah yang berbentuk dogma, sebab mereka
termasuk golongan orang-orang intelektual.
e)
Segi
Jenis Kelamin
Dari
jenis kelamin dapat dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya
kedua sasaran dakwah ini tidak berbeda antara satu dengan lainnya, namun sering
sekali orang membeda-bedakannya. Padahal menurut Mahmud Syaltut, mantan Syaikh
(pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir menulis: “tabiat kemanusian antara laki-laki dan
perempuan hampir (dapat) dikatakan sama. Allah telah menganugrahkan kepada
perempuan sebagaimana menganugrahkan kepada laki-laki, yaitu potensi dan
kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua
jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum
atau khusus.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pengertian Mad’u
Mad'u adalah objek
dari kegiatan dakwah, mad'u memiliki ragam jenis yang dibagi berdasarkan
lingkup tertentu. Seorang da'i harus memiliki cara yang mantap agar dakwah yang
dilakukan tidak sia sia yakni pesan yang disampaikan itu sampai kepada mad'u dan
membekas, sehingga mad'u mendapat asupan rohaniah yang akan mengembalikan pemikiran
mereka kepada faham faham islam dan terciptanya masyarakat islami yang penuh hikmat
dibawah naungan Al-Qur'an dan Hadist.
2. Ragam Jenis Mad’u antara lain:
A.
Mad’u ditinjau dari segi
sosiologisnya berupa:
a. masyarakat terasing
b. masyarakat pedesaan
c. masyarakat kota
d. masyarakat marjinal dari kota besar.
B.
Mad’u ditinjau dari segi struktur kelembagaan berupa:
a. masyarakat dari kalangan pemerintah
b. masyarakat keluarga.
C.
Mad’u ditinjau dari segi sosial
kultur berupa:
a. golongan priyayi
b. golongan abangan
c. golongan santri.
D.
Mad’u ditinjau dari segi tingkat
usia berupa:
a. golongan anak-anak
b. golongan remaja
c. golongan dewasa.
E.
Mad’u ditinjau dari segi profesi
dan pekerjaan berupa:
a. golongan petani
b. golongan pedagang
c. golongan buruh
d. golongan pegawai
e. golongan administrator.
F.
Mad’u ditinjau dari jenis kelamin
berupa golongan
a)
pria dan
b)
wanita.
G. Mad’u ditinjau dari segi khusus berupa:
a. tuna susila
b. tuna karya
c. nara pidana, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Razak,
Nasaruddin.1976.Metodologi
Dakwah. Semarang: Toha Putra
Ghazali, M. Bahri.1997. Dakwah Komunikatif. Jakarta :CV.Pedoman Ilmu Jaya.
Ghazali, M. Bahri.1997. Dakwah Komunikatif. Jakarta :CV.Pedoman Ilmu Jaya.
Jalil, Abdul.1997. Maman ,afiudin. Prinsip dan
Strategi Dakwah. Bandung:
Pustaka Setia.
Rasyidah.2009.Ilmu
Dakwah “perspektif gender”.Banda Aceh: Bandar Publishing
Jasafat.2012.Meniti
Aktivitas Dakwah.Banda Aceh:Ar-Raniry Press
Aziz,Moh Ali.2004.Ilmu
Dakwah.Jakarta:Prenada Media
No comments:
Post a Comment