Thursday, January 5, 2017

Makalah "MAD'U"

MAD’U

Dosen Pembimbing :
Dr. Abizal Muhammad Yati Lc., MA.





Oleh :
KELOMPOK 1
                                              Anggota:
                                                Rizki Ahmalina Putra – 150401105
                                                Ashabul Yamin – 160401032
                                                Rahmad Ali – 160401007
                                                Adi Kurniawan – 160401030
                                    Ilham Maulana – 160401013
                                                Irfan Habibi – 160401002
                                                Saliman Yuliarna – 160401010


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
UIN AR-RANIRY
2016





KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isi dengan sebaik-baiknya, walaupun masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan dari pengalaman dan ilmu yang kami miliki. Semoga makalah ini dapat memberi wawasan serta pemahaman tentang topik yang menjadi judul dari makalah ini yaitu mad'u.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen mata kuliah Ilmu Dakwah yang telah memberikan bimbingannya dan pihak yang telah membantu hingga selesainya tugas mata kuliah ini. Tata cara memberikan lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengn cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak dicicipi.



Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2
BAB I      PENDAHULUAN............................................................................................... 4
A.    LATAR BELAKANG.................................................................................... 4
B.     RUMUSAN MASALAH............................................................................... 4
C.     TUJUAN......................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 5
A.    PENGERTIAN MAD’U................................................................................ 5
B.     RAGAM JENIS MAD’U............................................................................... 6
C.     CARA MENGHADAPI MAD’U................................................................. 10
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 13
A.    KESIMPULAN............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA



BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Salah satu unsur dakwah terpenting adalah mad’u, yaitu orang yang menerima ajakan dan panggilan kepada agama Islam. Para mad’u adalah seluruh manusia dengan berbagai corak suku, ras, social budaya, social ekonomi, social politik, pendidikan dan sebagainya. Mereka juga berbeda dari sudut latar belakang teologis dan antropologis. Dalam strategi dakwah efektif, pengenalan mad’u menjadi sangat urgen bagi pendakwah untuk dapat menyesuaikan diri dalam sosialisasi nilai-nilai Islam. Rasulullah saw. telah menerapkan strategi dakwah dengan pengenalan mad’u dalam penyiaran Islam, baik pada periode Mekkah maupun periode Madinah dengan hasil yang sangat gemilang. Mad’u dapat diklasifikasi menurut jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, latar belakang budaya, latar belakang ekonomi, status sosial, profesi dan sebagainya. Untuk mengenal mad’u dengan tepat dapat menerapkan metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris, historis, maupun yang bersifat rasional dengan mengintegrasikannya dengan prinsip-prinsip al-Qur’an dan al-Hadits.

B. Rumusan Masalah

            Dari makalah ini, kami membuat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Apa pengertian dari Mad’u?
2.      Apa saja ragam jenis Mad’u?
3.      Bagaimana cara menghadapi Mad’u?

B.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa maksud dari Objek dakwah (Mad’u)
2.    Untuk mengetahui apa saja ragam jenis objek dakwah (Mad’u)
3.    Untuk mengetahui bagaimana cara menghadapi objek dakwah (Mad’u)

BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian Mad'u

            Menurut Moh Ali Aziz, objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.[1] merupakan sasaran dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga, kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak ; dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sejalan dengan firman Allah dalam QS. Saba’ 28:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” (QS. Saba’:28)
Terkait dengan ayat di atas memberi kejelasan bahwa dakwah itu diajukan kepada seluruh umat manusia. Menurut pandangan Abdul Munir Mulkhan, bahwa Objek dakwah ada dua sasaran, yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat dakwah yang dimaksud adalah masyarakat luas non Muslim, sementara umat ijabah adalah mereka yang sudah menganut Agama Islam. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti Agama Islam, sedangkan bagi orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas Iman, Islam dan Ihsan. Hal yang sama juga dikemukakan Muhammad Abu Al-Fath al Bayanuni, mengelompokkan mad’u dalam dua rumpun besar, yaitu rumpun muslim atau umat ijabah (umat yang telah menerima dakwah) dan non Muslim atau umat dakwah (umat yang belum sampai kepada mereka dakwah Islam). Umat ijabah dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: pertama, Sabiqun bi al-khaerat (orang yang saleh dan bertaqwa), kedua, Dzalimun linafsih (orang fasik dan ahli maksiat), ketiga, muqtashid (mad’u yang labil keimanannya). Sedangkan umat dakwah dibagi dalam empat kelompok, yaitu: Ateisme, Musyrikun, ahli kitab, dan munafiqun.[2]

Moh. Ali Aziz mengemukakan bahwa bagi orang yang menerima dakwah itu lebih tepat disebut mitra dakwah dari pada sebutan object dakwah, sebab sebutan object dakwah lebih mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan berfikir tentang keimanan, syari’ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama. Menurut hemat penulis baik sebutan object ataupun mitra dakwah itu sama saja, yang terpenting adalah bagaimana seorang dai mampu mengkomunikasikan dakwah secara baik dan tepat kepada mad’unya sehingga mad’u dapat memahami dan mengamalkan isi pesan yang disampaikan.[3]

B.        Ragam Jenis Mad'u

   Di dalam kehidupan sosial manusia tidak terlepas antara satu dengan yang lainnya, artinya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, hal ini terbukti betapa gundah gulananya Adam ketika berpisah dengan Hawa demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Hujurat:13 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣﴾
Artinya:
 “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dari ayat di atas, ada dua domain penting yang harus kita yakini yaitu adanya relasi antara laki-laki dan perempuan serta adanya berbagai bentuk masyarakat merupakan sunatullah yang harus kita imani, karena itu di dalam menentukan sasaran dakwah tidak perlu membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, antara kulit putih dan kulit hitam, antara desa dengan kota. Walaupun pendekatan atau metode yang digunakan tentu saja harus berbeda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan tingkat pengetahuan dan dinamika sosial yang dihadapi masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
Merujuk pada ayat di atas dan data empiris menunjukkan bahwa manusia itu terdiri dari berbagai kelompok masyarakat dalam melangsungkan kehidupannya, namun dalam mengkaji mad’u ini akan kita bagi berdasarkan geografis, akidah, usia, status, sosial, dan jenis kelamin.
a)      Geografis
Berdasarkan letak geografis, mad’u dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu masyarakat kota dan desa. Masyarakat kota adalah masyarakat yang cenderung individualis. Kompetisi satu sama lain untuk meningkatkan status sosial sangat tinggi. Segala sesuatunya di ukur berdasarkan materi. Selain itu masyarakat kota sangat terpengaruh kepada pola berpikir rasional. Maksudnya segala macam urusan mereka pertimbangkan terlebih dahulu berdasarkan rasio dan logika. Maka kalau yang bersifat irrasional akan mereka tolak secara filosofis.
Masyarakat desa mempunyai ciri kehidupan yang erat hubungannya dengan alam. Pola berfikir mereka masih terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat kota.

b)      Segi Akidah
Dari kacamata akidah, manusia terbagi dua yaitu muslim dan non muslim.[4] Orang muslim adalah orang yang telah megucapkan kalimat syahadat pertanda bahwa ia telah meyakini islam sebagai agamanya dan Allah SWT adalah tuhannya. Orang non muslim adalah orang-orang yang tidak meyakini Islam sebagai agama mereka.

c)      Segi Usia
Kalau kita lihat dari segi usia, mad’u pada dasarnya terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu dewasa, remaja, anak-anak. Orang dewasa pada dasarnya sudah punya wawasan luas. Pola berfikirnya sudah matang, daya serap atau daya tanggap otaknya sudah tinggi. Lain halnya dengan remaja, mereka masih tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan, baik dari segi fisik maupun psikis.. Berbeda dengan anak-anak mereka belum mengerti tentang agama, mereka hanya melakukan apa saja yang mereka lihat dan apa saja yang mereka senangi.

d)     Segi Status Sosial
Masyarakat yang menjadi sasran dakwah ini jika kita lihat dari segi status sosial, pada dasarnya terbagi empat bentuk yaitu: pejabat, rakyat jelata, kaya, dan miskin. Masyarakat yang tergolong masyarakat jelata atau orang miskin , pada umumnya tidak terlalu sulit untuk menyampaikan pesan dakwah, karena biasanya mereka mudah dijumpai dimana saja dan mereka tidak terlalu sibuk.
Berbeda halnya dengan menghadapi para pejabat dan orang kaya, di samping kesibukannya yang seolah-olah tidak punya waktu untuk mendengarkan dakwah, juga rasa ingin dihormati sesuai dengan status sosialnya. Biasanya mereka dalam mendengar atau mengundang da’i selalu memilih-milih yang sesuai dengan keinginan mereka. Pada umumnya mereka tidak mau kalu ada pengajian dan ceramah yang berbentuk dogma, sebab mereka termasuk golongan orang-orang intelektual.

e)      Segi Jenis Kelamin
Dari jenis kelamin dapat dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya kedua sasaran dakwah ini tidak berbeda antara satu dengan lainnya, namun sering sekali orang membeda-bedakannya. Padahal menurut Mahmud Syaltut, mantan Syaikh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir menulis: “tabiat kemanusian antara laki-laki dan perempuan hampir (dapat) dikatakan sama. Allah telah menganugrahkan kepada perempuan sebagaimana menganugrahkan kepada laki-laki, yaitu potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum atau khusus.[5]
           
            Selain itu M. Bahri Ghazali, juga mengelompokkan Mad’u berdasarkan tipologi dan klasifikasi masyarakat, yang dibagi dalam lima tipe, yaitu:[6]
1.    Tipe inovator, yaitu masyarakat yang memiliki keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
2.    Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dalam membawa perubahan yang positif. Untik menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu.
3.    Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas dua di masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas kemasyarakatan.
4.    Tipe pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan, karena faktor kehati-hatian yang berlebihan, maka setiap gerakan pembaharuan memerlikan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk bisa masuk.
5.    Tipe kolot, ciri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya.[7]
Mad’u bisa juga dilihat dari segi kemampuan berfikirnya sebagai berikut :
a.    Umat yang berfikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berfikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
b.    Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh paham baru tanpa mempertimbangkan secara mantap apa yang dikemukakan padanya.
c.    Umat bertaklid, yaitu golongan yang fanatik, buta brerpegang pada tradisi, dan kebiasaan turun-temurun tempat menyelidiki kebenarannya.[8]

Menyimak pendapat Hamzah Ya’cub dan M.Natsir. Maka dalam kerangka kemampuan intelektual mad’u di kelompokkan menjadi  : [9]
2.      Golongan awam atau masyarakat biasa yang tidak  banyak bersikap kritis melainkan cenderung menerima segala pendapat baru secara constant . golongan awam ini umumnya kurang mampu menangkap pengertian atau istilah tinggi serta sangat mudah dipengaruhi karena sifatnya yang cenderung mempertimbangkan secara seksama apa apa yang dikemukakan padanya .
3.      Golongan yang hanya suka mendengar seruan agama  ( sering tidak mendalam ) tetapi pengalaman agamanya banyak dipengaruhi oleh sikap fanatisme yang diterima nya secara turun temurun . golongan ini yang sulit menerima pendapat baru yang dianggap bersebrangan dengan keyakinan dan pemahaman yang sudah mentradisi dalam kehidupannya .[10]

C. Cara Menghadapi Mad'u

Setiap da’i harus mengetahui bahwa dalam mengajak pada kebaikan tidak selamanya akan berhasil dan dapat diterima oleh setiap orang. Seorang da’i dalam proses dakwahnya akan berhadapan dengan mad’u yang memiliki keunikan, karakter, dan kepribadiannya masing-masing yang dipengaruhi oleh faktor psikologis ataupun sosiokultural. Karena itulah ketika dakwah disampaikan, maka reaksi mad’u terhadap pesan dakwah pun berbeda beda, ada yang menerima dengan senang hati dan mengamalkannya, ada juga yang menerima namun tidak mengamalkannya dan ada yang mengingkari dakwah secara keseluruhan. Jadi seorang da'i haruslah menghadapi mad'u dengan bijak tanpa mengkedepankan emosi ataupun tidak berpegang pada hal-hal yang telah ditetapkan didalam Al-Qur'an dan Hadist, serta memahami betul tingkatan dari mad'u yang hendak kita dakwahkan.[11]
Selain itu, cara menghadi Mad’u juga berbeda-beda berdasarkan klasifikasi Mad’u nya juga, yaitu:
a)             Geografis
                        Berdasarkan letak geografis, mad’u dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu masyarakat kota dan desa. Masyarakat kota sangat terpengaruh kepada pola berpikir rasional. Karena itulah berdakwah di tengah-tengah masyarakat kota perlu mencari materi yang sifatnya rasional. Sehingga mereka merasakan bahwa beragama itu bukan hanya sekedar kewajiban, akan tetapi sebagai kebutuhan. 
                        Masyarakat desa mempunyai ciri kehidupan yang erat hubungannya dengan alam. Pola berfikir mereka masih terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat kota. Maka kalau berdakwah di tengah-tengah masyarakat desa, tidak perlu mamakai bahasa ilmiah, sebab tidak akan komunikatif.

b)      Segi Akidah
                        Dari kacamata akidah, manusia terbagi dua yaitu muslim dan non muslim.[12] Untuk menghadapi masyarakat yang non muslim, diperlukan pemikiran dan argumentasi. Disinilah letak peranan ilmu perbandingan agama yang harus dipelajari oleh setiap da’i.
                        Menghadapi masyarakat yang sudah muslim sebenarnya tidak ada problem, apalagi kalau agamanya sudah mapan. Akan tetapi bagi yang belum mapan atau dengan kata lain masih awam, diperlukan juga cara tersendiri. Setidaknya jangan sempat dia bingung  dikarenakan banyaknya masalah khilafiyah yang kita bentangkan. Sebaiknya hal semacam itu dihindari saja.

c)      Segi Usia
                        Dari segi usia, mad’u pada dasarnya terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu dewasa, remaja, anak-anak. Orang dewasa pada dasarnya sudah punya wawasan luas. Pola berfikirnya sudah matang, daya serap atau daya tanggap otaknya sudah tinggi. Lain halnya dengan remaja, mereka masih tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan, baik dari segi fisik maupun psikis. Demikian juga dalam pola berfikir, pada umumnya mereka lebih tertarik jika berdakwah dengan menggunakan metode diskusi, sebab mereka ingin mencoba atau menguji ilmu yang mereka peroleh. Berbeda dengan anak-anak, mereka lebih senang dengan bentuk cerita-cerita yang menarik.

d)     Segi Status Sosial
                        Dari segi status sosial, pada dasarnya terbagi empat bentuk yaitu: pejabat, rakyat jelata, kaya, dan miskin. Masyarakat yang tergolong masyarakat jelata atau orang miskin , pada umumnya tidak terlalu sulit untuk menyampaikan pesan dakwah, karena biasanya mereka mudah dijumpai dimana saja dan mereka tidak terlalu sibuk.
                        Berbeda halnya dengan menghadapi para pejabat dan orang kaya, di samping kesibukannya yang seolah-olah tidak punya waktu untuk mendengarkan dakwah, juga rasa ingin dihormati sesuai dengan status sosialnya. Metode ceramah yang mereka inginkan sifatnya ilmiah dan rasional. Pada umumnya mereka tidak mau kalu ada pengajian dan ceramah yang berbentuk dogma, sebab mereka termasuk golongan orang-orang intelektual.

e)      Segi Jenis Kelamin
                        Dari jenis kelamin dapat dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya kedua sasaran dakwah ini tidak berbeda antara satu dengan lainnya, namun sering sekali orang membeda-bedakannya. Padahal menurut Mahmud Syaltut, mantan Syaikh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir menulis: “tabiat kemanusian antara laki-laki dan perempuan hampir (dapat) dikatakan sama. Allah telah menganugrahkan kepada perempuan sebagaimana menganugrahkan kepada laki-laki, yaitu potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum atau khusus.[13]





BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

1. Pengertian Mad’u
            Mad'u adalah objek dari kegiatan dakwah, mad'u memiliki ragam jenis yang           dibagi berdasarkan lingkup tertentu. Seorang da'i harus memiliki cara yang mantap        agar dakwah yang dilakukan tidak sia sia yakni pesan yang disampaikan itu sampai    kepada mad'u dan membekas, sehingga mad'u mendapat asupan rohaniah yang akan     mengembalikan pemikiran mereka kepada faham faham islam dan terciptanya        masyarakat islami yang penuh hikmat dibawah naungan Al-Qur'an dan Hadist.
2. Ragam Jenis Mad’u antara lain:
A.    Mad’u ditinjau dari segi sosiologisnya berupa:
a.       masyarakat terasing
b.      masyarakat pedesaan
c.       masyarakat kota
d.      masyarakat marjinal dari kota besar.
B.     Mad’u ditinjau dari segi struktur kelembagaan berupa:
a.       masyarakat dari kalangan pemerintah
b.      masyarakat keluarga.
C.     Mad’u ditinjau dari segi sosial kultur berupa:
a.       golongan priyayi
b.      golongan abangan
c.       golongan santri.
D.    Mad’u ditinjau dari segi tingkat usia berupa:
a.       golongan anak-anak
b.      golongan remaja
c.       golongan dewasa.
E.     Mad’u ditinjau dari segi profesi dan pekerjaan berupa:
a.       golongan petani
b.      golongan pedagang
c.       golongan buruh
d.      golongan pegawai
e.       golongan administrator.
F.      Mad’u ditinjau dari jenis kelamin berupa golongan
a)      pria dan
b)      wanita.
G.    Mad’u ditinjau dari segi khusus berupa:
a.       tuna susila
b.      tuna karya
c.       nara pidana, dan sebagainya.









 





 




DAFTAR PUSTAKA

Razak, Nasaruddin.1976.Metodologi Dakwah. Semarang: Toha Putra
Ghazali, M. Bahri.1997. Dakwah Komunikatif. Jakarta :CV.Pedoman Ilmu Jaya.
Jalil, Abdul.1997. Maman ,afiudin. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.
Rasyidah.2009.Ilmu Dakwah “perspektif gender”.Banda Aceh: Bandar Publishing
Jasafat.2012.Meniti Aktivitas Dakwah.Banda Aceh:Ar-Raniry Press
Aziz,Moh Ali.2004.Ilmu Dakwah.Jakarta:Prenada Media





[1]Moh Ali Aziz.Ilmu Dakwah,Jakarta:Prenada Media,2004.hlm.90
[2] Moh Ali Aziz.Ilmu Dakwah,Jakarta:Prenada Media,2004.hlm.90
[3] Razak, Nasaruddin, Metodologi Dakwah ( Semarang: Toha Putra, 1976) hlm.90
[4] Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana,2004) hlm.23
[5] Rasyidah dkk. Ilmu Dakwah “perspektif gender”.(Banda Aceh: Bandar Publishing,2009) hlm.35-37
[6] M.Bahri Ghazali,Dakwah Komunikatif,(Jakarta:CV.Pedoman Ilmu Jaya,1997)
[7] M.Bahri Ghazali,Dakwah Komunikatif,(Jakarta:CV.Pedoman Ilmu Jaya,1997)
[8] Hamzah Ya’qub, Ibid,hlm.33
[9] Moh.ali aziz,ilmu dakwah.(Jakarta:prenada media,2004).hal.92
[10] Syukri syauman. dakwah rasional . (Darussalam:Ar-raniry Press: 2007 ).hal.26

[11] Abdul Jalil, Rafiudin Maman., Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
[12] Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana,2004) hlm.23
[13] Rasyidah dkk. Ilmu Dakwah “perspektif gender”.(Banda Aceh: Bandar Publishing,2009) hlm.35-37

No comments:

Post a Comment