“Final Di Pasir Putih”
jeng jeng,,,hari rabu yang di nanti-nanti telah
tiba. agak sedikit kecewa karna sejak malam hingga subuh hujan mengguyur dengan
lebatnya seolah tidak memberi izin pada
ku untuk mengikuti traveling bareng dosen jurnalistik ku, pak Jufrizal. yapp
pada hari ini kami akan melakukan traveling ke salah satu tempat wisata yang ada
di Banda Aceh, perjalanan ini kami lakukan untuk menuntaskan bagian penilaian
yang paling mempengaruhi fisik dan rohani mahasiswa, ya,, apalagi namanya kalau
bukan final. Tapi sepertinya dosen ku yang satu ini berhasil mengubah suasana
mengerikan final di dalam kelas menjadi suasana pantai yang luar biasa
indahnya. jam menunjukkan pukul 11.30, setelah memberi arahan, pak Juf
menggiring kami ke kendaraan masing-masing untuk meluncur ke tempat wisata itu.
perjalanan menuju pasir putih sangat seru, tak
semulus jalan tol. Banyak trap-trap yang kami lewati. Jalan yang rusak ringan
hingga yang rusak parah sudah banyak kami lalui namun tak selesai sampai di
situ, setengah perjalanan kami mendapati jalan yang di genangi air. Lumayan
jauh genangan air ini, cukuplah membuat sepatu kami basah, sebasah-basahnya.
namun semangat kami menuju pantai pasir putih sangat menggelora hingga bisa
melewati trap-trap ini “hahaha”. terus ku pacu motor ku hingga kami memasuki
kawasan perbukitan, menandakan kami telah tiba di desa Lamreuh.
tanjakan dan turunan pun kami lewati dan sepertinya
jalan di perbukitan ini mulai rusak, terdapat lubang-lubang yang lumayan
mengganggu perjalanan kami, “tapi tak apa lah untuk menikmati pantai yang
terkenal dengan pasir putihnya itu memang butuh perjuangan” pikirku. sekitar 20
menit dari desa Lamreuh, kami akhirnya sampai di pintu gerbang obyek wisata
pasir putih dan berhenti sesaat disini untuk membayar karcis masuk. ya,,untuk
memasuki obyek wisata ini tidaklah gratis. tapi jangan khawatir, karcisnya
tidak di hitung perorang tetapi perkendaraan. harganya juga cukup murah yaitu
Rp5000 untuk kendaraan roda dua dan Rp10.000 untuk kendaraan roda empat.
melewati pintu gerbang, pemandangan yang terlihat begitu
mengejutkan ku. perbukitan-perbukitan ini sungguh indah, di selimuti
rumut-rumput hijau. melihat pemandangan ini aku teringat acara kesukaan ku
sewaktu kecil “Teletubis” empat boneka yang lucu bewarna merah, kuning, hijau,
dan ungu yang hidup di taman yang luas dengan perbukitan-perbukitan dan
rumput-rumputnya. Dulu aku ingin sekali pergi ke taman itu bahkan aku selalu
merengek kepada ayah ku setiap menonton acara ini untuk pergi kesana tetapi
rengenkan ku tak pernah di respon. alih-alih ayah ku membawa ku tempat itu,
malah aku selalu kena obat penghilang nangis darinya yaitu cubitannya.”hahaha”
aku tersenyum sendiri mengingat kejadian itu. ku pikir taman itu benar-benar
ada ternyata hanya rekayasa saja. Tapi siapa sangka, taman yang kukira hanya
hayalan itu ternyata benar-benar ada.
suasananya persis sekali bahkan lebih indah, aku tak mengedipkan mataku
karena tak ingin melewatkan sedikitpun pemandangan ini.
setelah melewati bukit teletubis itu, (nama yang ku
berikan sendiri) trap-trap hebat pun menyambut kami. jalan nya sangat buruk,
berlubang, becek, batu-batu yang tidak rata, dan sampah-sampah kelapa muda
bekas pengunjung yang berserakan mungkin
terbawa air karna hujan semalam. kami harus sangat berhati-hati di sini agar
tidak tergelincir karna jalanannya berlumpur. Aku heran mengapa jalan ini tida
di aspal pedahal setiap pengunjung yang masuk harus membayar. kemana mereka membawa
semua uang itu selama ini. Apakah biaya untuk pembuatan jalan ini sangat mahal,
atau memang pemkot Banda Aceh kurang memperhatikannya.
tiba di tempat pilihan kami, kami pun berhenti.
kondisi motor ku dan kawan-kawan sangat memprihatinkan, bannya terlihat dua
kali lebih besar dari sebelumnya akibat lumpur tadi. beruntung tadi pagi aku
tak sempat mencuci motor ku. jadi, cukup mencuci nya besok pagi.
“ki,
tolong siapin makanan kita untuk di bagikan ke kawan-kawan” kata Roni, teman ku
yang sekaligus komting dari mata kuliah ini.
“ok,
bos” sahut ku.
tikar
pun kami gelar sebagai alas duduk. karna waktu zuhur telah tiba, kami shalat
terlebih dahulu. kemudian makan siang bareng sebagai upaya untuk menghilangkan
rasa lapar kami, meskipun lauk kami hanya ikan goreng tetapi sungguh nikmat
rasanya bak menu di restoran berbintang walau aku belum pernah ke restoran
seperti itu, tetapi dengan imajinasi aku bisa berpikir begitu “hahaha” pikirku
sambil tertawa dalam hati.
“ki,
apa kke senyum-senyum sendiri” kata Daus sambil menepuk pundak sangat
mengagetkan ku.
“shuut,,
jangan ribut kke Us bkin malu aku aja” kata ku, malu
setelah
makan, pak Juf membagi kami menjadi dua kelompok. aku berada di kelompok bang
Makmur Dimila dan kak Desy mereka adalah senior kami yang sangat berbakat dalam
hal menulis. Pak Juf mengundang mereka untuk memberikan kami arahan-arahan.
setelah memberi arahan dia menyuruh kami untuk mengamati keadaan pantai ini
agar menjadi bahan untuk tugas kami nanti.
pemandangan
pantai ini memang sangat indah dengan pohon-pohon yang rindang. entah pohon apa
namanya, akarnya mencuat ke permukaan. untuk berjalan diatasnya harus memakai
sepatu sport yang agak tebal tapaknya agar sepatu kesayangan tak rusak. ku
lihat di atas sebuah pohon yang besar di dekat ku ada sebuah gumpalan aneh,
setelah ku perhatikan ternyata itu sarang tawon. besar sekali sarang tawon ini,
membuat bulu kuduk ku merinding. gak kebayang jika tiba-tiba ranting pohon itu
patah dan ribuan tawon itu keluar dengan marah. tentu dia akan menyerang semua
pengunjung yang di lihatnya, dan ternyata tidak hanya satu sarangnya aku juga
melihat yang lain. Sungguh sangat berbahaya, harusnya ada tindakan dari
pengelola wisata ini untuk menindak lanjutinya.
tak
berapa jauh dari sarang tawon itu, aku melihat anak-anak kecil yang sedang
memancing di aliran air kecil.
“na
meutemee ungkot dek ?” tanya srikal kepada mereka
“na bang” jawab salah satu anak itu.
terlihat
beberapa ekor ikan kecil yang berhasil mereka pncing.
“bang,,bui”
kata anak itu menunjuk ke arah Ihsan, teman kami.
sontak
tawa Srikal meledak mendengar ucapan adik itu. aku terkejut, bagaimana dia bisa
berkata kotor seperti itu kepada orang yang tidak ia kenali. pikirku heran.
“peu
ka peugah nyan dek ?” kata ku dengan menatap tajam ke arah mereka. aku tak
terima kawan ku di katakan “bui” oleh nya.
“kon
jih hai bang” katanya membantah
“nyan”
jelasnya, sambil menunjuk ke arah gundukan pasir di depan Insan.
“nyan
bui bang, ka mate” kata anak itu lagi.
ternyata
yang di maksud anak itu adalah gundukan pasir yang berada tepat di depan Insan.
dia memperingati kami agar tidak dekat-dekat dengan itu .Gundukan itu adalah bangkai babi yang di
timbun dengan pasir. sangat kesal aku melihat pemandangan ini, mengapa pantai yang
indah dan sangat populer di sini harus tercemari dengan bangkai babi yang
menjijikan ini. sepertinya bangkai ini masih baru karena tak tercium bau busuk.
padahal kami berdiri tepat di depannya, semoga saja penduduk sekitar cepat
membersihkan bangkai babi ini sebelum membusuk. bangkai babi ini sungguh membuat
ku jengkel. terdapat puluhan pertanyaan di kepala ku tentang keadaan pantai ini
yang belum ku temukan jawabnya.
sudah
sekitar 1 jam kami menjelajahi tempat ini dengan keadaan-keadaan pantai yang sedikit
mengecewakan, dari sarang tawon sampai ke bangkai babi belum lagi sampah-sampah
plastik yang menghiasi pasir putih ini. kami pun kembali ke tempat semula,
tempat kami makan siang tadi. kemudian pak Juf menutup traveling ini dengan
mengajak kami bermain permainan yang diajarkannya barusan. entah permainan apa
namanya, aku tak paham cara mainnya tapi kalau ku liat kawan-kawan bermain
tampaknya sangat seru. aku memilih untuk menonton mereka saja sambil bermain
gitar dengan penonton yang lain.